03 Maret 2013

Cerpen First Step, Bismillah

Tak terasa 16 jam sudah aku duduk tak berkutik di sela-sela awan putih yang membawaku melayang ke alam mimpi. Tiba-tiba rasa sakit di telingaku membangunkanku dari lamunanku. Ah tidak, kejadian saat mendarat di Singapur untuk transit terulang kembali, meski yang satu ini tidak lebih sakit dari yang sebelumnya. Entah bagaimana aku bisa menjelaskan rasa sakit itu, sampai-sampai aku bertingkah layaknya seekor cacing yang dibubuhi garam diatasnya. Untunglah aku ingat kalau pramugari tadi memberikan kami sebuah tempat pensil, yang didalamnya berisi berbagai macam hal yang aneh, krem bibir, penutup mata, headset dan yang terpenting adalah tutup telinga yang kalau tidak segera kupakai, entah apa yang akan terjadi padaku.
“Say?n yolcular,?uan biz istanbuldaki atatürk havaalimanda geldik. Lütfen e?yalar?n?z? al?p koltuklar?n?zdan ç?kabilirsiniz. Türk hava yollar? kulland?g?n?z için te?ekkur ederiz”
(penumpang yang terhormat, sekarang kita telah tiba di Bandara Istanbul. Mohon cek kembali barang-barang anda dan silakan keluar dari tempat duduk anda. Terima kasih telah menggunakan Turkish Airlines)
Akupun terkejut saat cahaya mulai menyusup di sela-sela bola mataku. Mataku masih tertutup rapat lantaran menahan sakit yang menyerangku saat pesawat mulai landing ke daratan Istanbul. Kubuka mataku, dan kulihat para penumpang sudah mulai sibuk dengan barangnya masing-masing. Tapi lihat aku… aku hanya bisa terdiam, seakan terhipnotis dengan fenomena yang aku lihat saat ini. “Istanbul Havaalimani” (Bandara Istanbul). Sedang bermimpikah aku? Ini Istanbul…! aku sudah tiba di negeri impianku…!
“ayo turun Mat, udah pada turun tuh”
Tegur Hasan mengagetkanku, membuyarkan lamunanku. Ya benar, ini adalah Istanbul, aku sudah tiba di Turki. Akupun buru-buru membereskan barang-barangku dan segera mengejar rombonganku.
“Turkiyede Hos geldiniz, Welcome to Turkey”
Sapa para pramugari yang setia menyapa dengan senyum lembutnya di depan kabin.
“hos bulduk. Welcome back”
Balas kami serentak dengan ekspresi wajah yang berupa-rupa. Ada yang berseri-seri, ada yang terheran-heran, ada yang memasang muka tembok, dan ada pula yang tak ada perubahan sedikitpun di wajahnya. Itulah mereka yang tak pernah memaknai warna dari hidup ini, hanya pasrah, membiarkan ia mengalir dalam derasnya lintasan waktu. Oh sungguh merugi.
Dan saat kuhentakkan langkah pertama di tanah ini, kupandangi langit, kutarik nafas dalam-dalam lalu ku berazzam dalam hatiku “I’ll do my best, It’s promis .. Bismillah…”

0 komentar:

Posting Komentar