Di sebuah kota, hiduplah seorang wanita janda yang cantik dan awet
muda, namanya Fatimah. Suaminya telah meninggal dan dia tak punya anak,
dia miskin dan tinggal di sebuah rumah kecil tanpa isi. Pakaiannya hanya
3, begitu pula jilbabnya, sepatu alas kakinya hanya dua. Menunggu alas
kaki kayu seperti bakiak yang selalu digunakannya menyempit dan baru
menggunakan alas kaki sepatu dari suaminya yang saat dibelikan kebesaran
di kaki Fatimah. Pasti jika si alas kaki kayu ini sudah menyempit
kakinya muat di sepatu itu. Hmm… Bajunya itu tiga-tiganya gamis terusan
muslimah dan jilbab putih tiga-tiganya. Meski pakaiannya itu-itu saja
penduduk tak pernah mengejeknya dan selalu sopan.
Dia tinggal sendirian di rumahnya itu, tapi dia sangat dermawan dan
baik hati, tetangga-tetangganya pun kenal baik dengan Fatimah, harta
peninggalan suaminya hanyalah seekor kambing betina, dan seuntai kalung
mutiara putih yang indah sekali. Setiap hari dia makan apa adanya.
Untunglah, Pak Sabar, orang kaya yang baik sekali itu tiap hari memberi
Fatimah sepiring nasi dan lauk kecil, seperti tempe, dan Pak Sabar yang
baik itu juga memberi Fatimah seekor kambing jantan.
Suatu Hari, datanglah seorang pengembara yang kelaparan, Fatimah
kebingungan, karena dia sendiri tak punya makanan. Lalu dia ingat kepada
kedua kambingnya, dia pun berniat menyembelih kambing betinanya yang
sekarang jarang sekali mengeluarkan susu.
“Tunggu sebentar ya, saya akan menyembelih dahulu kambing betina saya”, kata Fatimah pada pengembara itu.
“Sebentar, nyonya. Saya sarankan sebaiknya anda menyembelih kambing yang
jantan saja, karena kelak kambing betina itu berguna untukmu”, kata
pengembara itu dengan kata-kata membingungkan.
Walau begitu dia menuruti saran pengembara itu, dia pun menyembelih
kambing yang jantan dengan islami tentunya walau disembelih oleh
sendiri. Meski agak lama, si pengembara tetap sabar karena dia tau
menyembelih kambing memang tak mudah apalagi dilakukan oleh seorang
perempuan. Lalu memberikan dagingnya kepada si pengembara, pengembara
itu makan dengan lahap, setelah makan, ia pamit dan menyerahkan sejumlah
uang pada Fatimah.
“Oh, tak apa tuan. Uang ini untuk anda”, kata Fatimah. Akhirnya
pengembara itu pergi. Tapi diam-diam si pengembara kagum dengan kebaikan
hati Fatimah menyembelih kambingnya sendiri walau sendirinya kelaparan
dan si pengembara meninggalkan sejumlah uang itu di meja Fatimah dengan
sebuah surat. Fatimah geleng-geleng kepala dan bersyukur lalu berdoa
supaya si pengembara tadi mendapat balasan yang lebih dari sekadar uang.
Karena uangnya juga banyaaak… Fatimah menggunakannya untuk membeli
makanan untuk dirinya dan sedikit rumput segar untuk si kambing betina
yang tinggal sendiri. Sisanya ditabung.
Sorenya seperti biasa dia bekerja dengan membantu-bantu di rumah Nyonya Kris, malamnya pun dia makan sederhana seperti biasanya.
Keesokan Harinya…
Fatimah sedang membersihkan rumahnya, sorenya, dia mendengar ada seorang
saudagar kaya yang membutuhkan pertolongan, dia pun dengan senang hati
menolongnya tanpa imbalan.
Saat tiba di rumahnya, dia mengusap keringatnya dan mengambil segelas air, tiba-tiba…
Tok! Tok! Pintu rumah kecilnya diketuk-ketuk.
Fatimah membuka pintu dan ternyata yang datang adalah seorang pengemis lusuh tanpa baju dan hanya memakai celana.
“Assalamualaikum, nyonya… permisi, bisakah anda membantu saya, memberikan uang atau pakaian?” tanya pengemis itu pelan.
Fatimah bingung lagi, dia tak punya makanan, uang, dan pakaian miliknya
hanya tinggal dua pasang dan dua-duanya adalah setelan kaus panjang
dengan rok panjang.
“Maaf… saya tidak memiliki uang, dan pakaian saya pun hanya ini dan dua
pasang lagi, tapi keduanya adalah baju terusan rok dan kaus” kata
Fatimah. Akhirnya.
“Oya pak, saya hanya tinggal memiliki ini, ambillah pak!” kata Fatimah,
menyerahkan kalung mutiara putihnya itu. Fatimah lupa bahwa dia tadi
punya uang, dan ketika ingat, Fatimah menyerahkan sebagian kecilnya
kepada si pengemis.
“Terimakasih, nyonya! Terimakasih!”pengemis itu mengucapkan terimakasih dan lalu pamit.
Fatimah menutup pintunya, sementara, pengemis itu berjalan senang menuju rumah seorang petani sederhana, tak kaya, tak miskin.
Dia memberikan kalung mutiara dari Fatimah dan petani itu menukarnya
dengan pakaian, pengemis itu sangat senang dan langsung memakai
pakaiannya.
Sementara itu di rumah petani, si petani langsung memberikan kalung
mutiara itu pada saudagar kaya yang ditolong Fatimah, dan saudagar kaya
itu menukarnya dengan makanan dan pakaian lagi. Si petani juga senang.
Di rumah saudagar kaya…
“Indah sekali! Oh, sebaiknya kuberikan kalung ini pada Fatimah! Dia
sudah menolongku! Kalau saja dia tak menolong..” kata saudagar itu.
Apa??
Saudagar kaya itu berjalan ke rumah Fatimah. Lalu dia memberikan kalung
mutiara itu yang sejak awal milik Fatimah kepada Fatimah. Fatimah sangat
terkejut…
Setelah itu saudagar kaya itu pulang.
Kalung mutiara berharga milik Fatimah yang Fatimah berikan pada seorang
pengemis, akhirnya kembali lagi ke tangan Fatimah setelah
berpindah-pindah pemilik, berkat kebaikan hati mutiara Fatimah yang
seperti mutiara di kalung itu… sama cerahnya, sama bersinarnya, dan sama
putihnya.
0 komentar:
Posting Komentar