Tak terasa 16 jam sudah aku duduk tak berkutik di sela-sela awan
putih yang membawaku melayang ke alam mimpi. Tiba-tiba rasa sakit di
telingaku membangunkanku dari lamunanku. Ah tidak, kejadian saat
mendarat di Singapur untuk transit terulang kembali, meski yang satu ini
tidak lebih sakit dari yang sebelumnya. Entah bagaimana aku bisa
menjelaskan rasa sakit itu, sampai-sampai aku bertingkah layaknya seekor
cacing yang dibubuhi garam diatasnya. Untunglah aku ingat kalau
pramugari tadi memberikan kami sebuah tempat pensil, yang didalamnya
berisi berbagai macam hal yang aneh, krem bibir, penutup mata, headset
dan yang terpenting adalah tutup telinga yang kalau tidak segera
kupakai, entah apa yang akan terjadi padaku.
“Say?n yolcular,?uan biz istanbuldaki atatürk havaalimanda geldik.
Lütfen e?yalar?n?z? al?p koltuklar?n?zdan ç?kabilirsiniz. Türk hava
yollar? kulland?g?n?z için te?ekkur ederiz”
(penumpang yang terhormat, sekarang kita telah tiba di Bandara Istanbul.
Mohon cek kembali barang-barang anda dan silakan keluar dari tempat
duduk anda. Terima kasih telah menggunakan Turkish Airlines)
Akupun terkejut saat cahaya mulai menyusup di sela-sela bola mataku.
Mataku masih tertutup rapat lantaran menahan sakit yang menyerangku saat
pesawat mulai landing ke daratan Istanbul. Kubuka mataku, dan kulihat
para penumpang sudah mulai sibuk dengan barangnya masing-masing. Tapi
lihat aku… aku hanya bisa terdiam, seakan terhipnotis dengan fenomena
yang aku lihat saat ini. “Istanbul Havaalimani” (Bandara Istanbul).
Sedang bermimpikah aku? Ini Istanbul…! aku sudah tiba di negeri
impianku…!
“ayo turun Mat, udah pada turun tuh”
Tegur Hasan mengagetkanku, membuyarkan lamunanku. Ya benar, ini adalah
Istanbul, aku sudah tiba di Turki. Akupun buru-buru membereskan
barang-barangku dan segera mengejar rombonganku.
“Turkiyede Hos geldiniz, Welcome to Turkey”
Sapa para pramugari yang setia menyapa dengan senyum lembutnya di depan kabin.
“hos bulduk. Welcome back”
Balas kami serentak dengan ekspresi wajah yang berupa-rupa. Ada yang
berseri-seri, ada yang terheran-heran, ada yang memasang muka tembok,
dan ada pula yang tak ada perubahan sedikitpun di wajahnya. Itulah
mereka yang tak pernah memaknai warna dari hidup ini, hanya pasrah,
membiarkan ia mengalir dalam derasnya lintasan waktu. Oh sungguh merugi.
Dan saat kuhentakkan langkah pertama di tanah ini, kupandangi langit,
kutarik nafas dalam-dalam lalu ku berazzam dalam hatiku “I’ll do my
best, It’s promis .. Bismillah…”
0 komentar:
Posting Komentar